asas hukum internasional

Asas-asas Hukum Internasional

Resume ini berisikan tentang asas-asas hukum internasional, letak hukum internasional dalam ilmu hukum, perbedaan hukum inetrnasional dengan hukum perdata internasional dan istilah dan defenisi hukum internasional. Untuk itu penulis akan menjelaskannya dalam kesempatan kali ini.
Asas-asas Hukum Internasional
Ada beberapa asas asas Hukum Internasional dalam menjalin hubungan antar bangsa :
ASAS TERITORIAL
Menurut azas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya dan terhadap semua barang atau orang yang berada diwilayah tersebut, berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya.
ASAS KEBANGSAAN
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya, menurut asa ini setiap negara di manapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya, Asas ini mempunyai kekuatan extritorial, artinya hukum negera tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun ia berada di negara asing.
ASAS KEPENTINGAN UMUM
Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalan kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum, jadi hukum tidak terikat pada batas batas wilayah suatu negara.
Dalam pelaksanaan hukum Internasional sebagai bagian dari hubungan internasional, dikenal ada beberapa asas, antara lain:
1. PACTA SUNT SERVANDA
Setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak pihak yang mengadakannya.
2. EGALITY RIGHTS
Pihak yang saling mengadakan hubungan itu berkedudukan sama
3. RECIPROSITAS
Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif ataupun posistif.
4. COURTESY
Asas saling menghornati dan saling menjaga kehormatan negera
5. REBUS SIG STANTIBUS
Asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar/fundamentali dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu.
Letak Hukum Internasional dalam Ilmu Hukum
Ada teori yang menyatakan bahwa Hukum Internasional bukan hokum yang sebenarnya, melainkan suatu himpunan kaidah perilaku yang hanya mempunyai kekuatan moral semata. Teori ini didkukung oleh John Austin (1790-1859).
Menurut Austin, hokum stricto sensu dihasilkan dari keputusan-keputusan formal yang berasal dari badan leglisatif yang benar-benar berdaulat. Apabila suatu kaidah-kaidah padah akhir analisis bukan dari suatiu otoritas yang ebrdaulat, yangs ecara politis berkedudukan paling tinggi, maka kaidah tersebut tidak dapat digolongkan dalam kaidah hokum, melainkan hanya kaidah dengan validalitas moral etika semata. Austin juga menggambarklan hokum internasional trerdiri dari “Opini-opini atau sentiment-sentimen yang berlangsung di antara bangsa-bangsa pada umumnya”.
John Austin yang mengatakan bahwa hukum Internasional adalah “bukan hukum”, hanya “properly so called”, “moral saja” dengan alasan yang mendasari bahwa hukum Internasional tidak memiliki sifat “hukum”, yakni dalam hal:
1. Hukum Internasional tidak memiliki lembaga legeslatif sebagai lembaga yang bertuga membuat hukum;
2. Hukum Internasional tidak memiliki lembaga eksekutif sebagai lembaga yang melaksanakan hukum,
3. Hukum Internasional juga tidak memilki lembaga yudikatif sebagai lembaga yang megakakan hukum,
4. Hukum Internasional juga tidak memiki polisional sebagai lembaga yang mengawasi jalanya atau pelaksanaan hukum,
Dengan demikian menurut Kelsen, jika terdapat negara yang melanggar hukum internasional maka tidak ada kekuasaan apapun yang dapat memberikan sanksi kepada negara tersebut. Negara mau mentaati atau tidak terhadap ketentuan internasional itu adalah terserah dari negara yang bersangkutan. Jadi hukum internasional tidak tepat dikatakan sebagai hukum melainkan hanya norma saja atau adat istiadat saja.
Untuk menyanggah teori Austin tersebut, para sarjana memberikan beberapa jawaban, yakni:
1. Yurisprudensi jaman modern tidak memperhitungkan kekuatan teori umu tentang hokum dari Austin. Pada beberapa kelompok masyarakat yang tidak mempunyai suatu otoritas legslatif formal, suatu system hukum telah berjalan dan ditaati, dan hokum tersebut tidak berbeda dengan kekuatan mengikat nya dari hokum suatu Negara yang emmpunyai otoritas legislative.
2. pandangan Austin tersebut tidak tepat lagi pada jaman sekarang mengenai Hukum Internasional. Pada abad sekarang, “perundang-undangan Internasional”banyak terbentuk dari traktat dan perjanjian-perjanjian internasional yang membuat hukum, sejalan dengan ini maka proporsi kaidah kebiasaan hukum internasional makin berkurang.
3. Persoalan-persoalan Hukum Internasional senantiasa diperlakukan sebbagai persoalan-persoalan hukum oleh kalangan yang menangani urusan internasional dalam berbagai Kementrian Luar Negeri, atau melalui berbagai badan administrasi internasional. Dengan kata lain, badan-badan otoritatif yang bertanggung jawab unutk memelihara hubungan-0hubungan internasional tidak menganggap hubungan internasional hanya sebagai suatu ghimpunan peraturan moral semata-mata.
Pendapat yang demikian kiranya perlu ditinjau ulang, sebab keraguan akan keberadaan lembaga eksekutif, legeslatif , yudikatif serta polisional dalam hukum internasional telah digantikan oleh peranan beberapa bidang khusus sejak dibentuknya Organisasi Internasional PBB. Keberadaan lembaga pembuat undang-undang atau legeslatif dapat digantikan oleh kesepakatan-kesepatan yang dibuat oleh dan diantara subyek hukum Internasional baik yang bersifat bileteral, atau multilateral.
Hal ini karena kedudukan negara sebagai subyek hukum Internasional adalah koordinatif atau sejajar. Tidak ada negara yang melebihi atau di atas negara yang lain. Lembaga penegak hukum atau yudikatif perannya dapat kita lihat keberadaan Mahkamah Internasional maupun Arbitrase Internasional. Lembaga eksekutif tidak lain adalah subyek hukum internasional itu sendiri. Meskipun hukum internasional tidak memiliki sanksi yang tegas dan memaksa dalam pelaksanaannya, bukan berarti sifat aturan yang demikian tidak dapat dikategorikan sebagai ‘hukum’.
Kita dapat melihat “hukum adat’ yang berlaku di Indonesia. Meskipun ‘hukum adat’ tersebut munculnya dari kebiasaan yang dilakukan oleh masyrakat, namun kebiasaan tersebut ditaati dan dilaksanakan meskipun tidak ada sanksi yang tegas. Jadi menurut pendapat penulis, Kelsen telah mencampur adukan antara pengertian efektifitas hukum dengan sifat hukum itu sendiri. Jika dalam perkembangannya atau pelaksaannya ternyata hukum Internasional masih banyak yang melanggar, maka hal yang demikian itu merupakan sisi belum efektifnya hukum Internasional, tetapi bukan berarti “hukum internasional” menjadi bukan hukum. Sebab pada kenyataanya masih banyak aturan-aturan yazng dibuat oleh dan antara subyek hukum Internasional yang masih di taati oleh negara-negara dan dilaksanakan
Hakim-hakim Mahkamah Agung Ammerika serikat – Pengadilan Negara yang tertinggi – telah berulang kali mengaakui validitas konstitusional dari Hukum Internasional. Dalam suatu perkara , Marshal C.J. menyatakan bahwa sebuah undang-undang Kongres “seyogyanya tidak ditafsirkan untuk melanggar hukum bangsa-bangsa andaikata masih ada kemungkinan konstruksi lain”. Dalam perkara lainnya, Gray J. mengemukakan pernyataan berikut:
“Hukum Internasional merupakan bagian dari hukum kita, dan harus diketahui serta dilaksankan oleh Mahkamah Agung sesuaiyuridiksinya, sesering persoalan-persoalan tenteng hak yang bergantung kepadanya yang diajukan secara layak diptutuskan”.
Perbedaan Hukum Internasional dengan Hukum Publik Internasional
HI Publik (HI) : “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang bukan bersifat perdata”.
H Perdata Internasional : “keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas- batas negara yang berfat perdata”
Hukum Internasional atau sering disebut sebagai “Internasional Law” merupakan lapangan hukum publik, di mana kualifikasi publik sering kali tidak disebutkan secara langsung, berbeda dengan hukum Internasional dalam lapangan hukum privat yang sering disebut sebagai “Hukum Perdata Internasional.
Perbedaan antara Hukum Internasional dalam pengertian publik dengan Hukum Perdata Internasional bukanlah ditinjau dari unsur perbedaan subyeknya yang sering dikaitkan, yaituv subyek hukum Internasional Publik adalah negara sedangkan subyek hukum Internasional Perdata adalah individu. Dalam perkembangannya perbedaan semacam ini tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab antara keduannya dapat memiliki subyek hukum negara ataupun individu. Oleh karena itu yang paling tepat adalah dengan meninjau urusan yang diatur oleh keduanya, jika mengatur urusan yang bersifat publik maka disebut sebagai Hukum Internasional Publik tetapi jika mengatur urusan yang bersifat perdata disebut sebagai Hukum Internasional Perdata.
Sedangkan Persamaan antara Hukum Internasional Publik dengan Hukum Perdata Internasional adalah bahwa urusan yang diatur oleh kedua perangkat hukum ini adalah sama – sama melewati batas wilayah suatu negara.
Cara membedakan berdasarkan sifat dan obyeknya adalah tepat, dari pada membedakan berdasarkan pelaku-pelaku (subyeknya), yaitu dengan mengatakan HI Publik mengatur hubungan atara negara, sedangkan H Perdata Internasional mengatur hubungan orang-perorangan.
Hukum INternasional dibedakan dengan Hukum Publik Internasional dikarenakan :
a. Negara dapat saja menjadi sunyek Hperdata Internasional, dan perorangan dapat saja menjadi subyek HI.
b. Batasan yang bersifat negatif lebih tepat karena ukuran publik memang sering kali sukar dicari bats-batasnya.
c. Dewasa ini persoalan Internasional tidak semuannya merupakan persoalan antar negara; persoalan perseoranga dapat dikatakan persoalan negara (pelanggaran pidana Konvensi Jenewa 1949).
d. Persoalan yang menyangkut “perseorangan” yang demikian tidak dapat dimasukkan dalam bidang Tata Usaha Negara atau Pidana Internasional, dan bukan merupakan persoalan perdata Internasional.
Istilah dan Defenisi Hukum Internasional secara umum
Banyak istilah-istilah yang digunakan oleh para sarjana mengenai apa itu hubungan internasional, mereka mengemukakan pendapatnya menurut pandangan dan perspektif mereka masing-masing. Namun pada umumnya istilah-istilah ini mempunyai konsep dan acuan pengertian yang sama. Istilah-istilah itu antara lain:
• Indonesia : Hk. Bangsa-bangsa, Hk. Antar Bangsa, Hk. Antar Negara
• Inggris : International Law, common Law, Law of mankind, Law of National, Transnational Law
• Perancis : Droit de gens
• Belanda : Voelkenrecht.
• Jerman : Woelkrrecht.
• Romawi : Ius Gentium, Ius Inter Gentes.
Perbedaan.
• perbedaan istilah dan bahasa yang digunakan oleh setiap negara.
• Perbedaan istilah menunjukakan tingkat perkembangannya :
• Ius Gentium – Ius Inter Gentes — Hk. Bangsa-bangsa,–Hk. Antar Bangsa — Hk. Antar Negara.— HI.
• Hukum bangsa –bangsa : menunjukan pada kebiasaan dan aturan (hukum) yang berlaku dalam hubungan raja-raja pada zaman dahulu.
• Hukum Antar bangsa : menunjukkan kompleksitas kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan antar anggota masayarkat bangsa-bangsa atau negara yang kita kenal sejak meunculnya negara dalam bentuknya yang modern (nation satte).
• Hukum Internasional : menunjukan pada kaidah-kaidah dan asas-asas hukum, selain mengatur hubungan antara negara, menga
Perbedaan terletak pada skope hubungan yang diatur;
• Hukum . Bangsa-bangsa : mengatue hubungan antar bangsa
• Hukum. Antar Negara : mengatur hubungan anatar negara dengan negara (bangsa dalam bentuk negara)
• Hukum Internasional : mengatur yang melintasi batas negara antara negara dengan negara, antara subyek hokum bukan negara dengan negara, anatar subyek hokum bukan negara satu dengan yang lain.
Istilah Hukum Internasional lebih sering dipakai dalam pembahasan dan kajian hukum internasional dikarenakan: :
• Istilah HI paling mendekatai kenyataan dengan sifat-sifat hubungannya dan masalah-malash yang menjadi obyek bidang hokum ini, yang dewasa ini tidak hanya terbatas pada hubungan antar bangsa atau antar negara saja, seperti yang dilaksanakan oleh istilah Hk. Anatar bangsa dan hk. Anatar negara.
• Istilah HI dalam penggunaannya tidak menimbulkan keberatan di kalanagan para sarjana, karena telah lazim dipakai orang untuk segala peristiwa yang melintasi batas-batas negara.
• Penggunaan istilah HI secara tidak langsung menunjukkan suatu taraf perkembangan tertentu dalam bidang HI (sebagai perkembangan mutakhir).